KIFC – BKSDA NTB Gelar Webinar, Bahas Wisata TWA Gunung Tunak Pascapendemi Korona

Published on 20 April 2020
MEMBAHAS PELUANG: Inilah para peserta webinar dari KIFC, Direktorat PJLHK, BKSDA NTB, Unit Manajemen Tunak dan lainnya, saat membahas tantangan dan peluang wisata alam paska pandemi korona untuk TWA Gunung Tunak, Sabtu (17/4). (BKSDA NTB untuk Lombok Post)

MATARAM-Korea Indonesia Forest Center (KIFC) bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) NTB, Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi (PJLHK), Unit Manajemen Tunak dan Media, menggelar web seminar (webinar) Sabtu (17/4).

Webinar ini berlangsung selama 2,5 jam. Dipandu Co-Director KIFC Sugeng Marsudiarto. Masing-masing pihak membahas tentang strategi pemasaran dan penanganan dampak Covid-19 yang dirasakan masyarakat, sebagai subyek dari Community-based Tourism (CBT) di TWA Gunung Tunak, Lombok Tengah.

Kepala Seksi Pemanfaatan Jasa Lingkungan Wisata Alam Kawasan Wisata Alam dan Taman Buru Direktorat PJLHK Yohan Hendratmoko mengatakan, ada beberapa potensi yang hilang, karena dampak virus Korona bagi taman nasional (TN), Taman Wisata Alam (TWA) dan Suaka Margasatwa (SM).

“Virus ini benar-benar menghambat  aktivitas manusia, dalam hal ini wisatawan hingga masyarakat dibatasi,” kata dia.

Sebagai langkah pencegahan, penutupan wisata alam sudah melalui berbagai pertimbangan. Agar masyarakat mengurangi mobilitas di luar rumah, mengurangi kegiatan kerumunan. Menghindari potensi penularan virus Korona, dari pengunjung yang mungkin menjadi carrier kepada satwa liar dan menghindari penularan dari pengunjung ke petugas atau sebaliknya.

BERHARAP SEGERA PULIH: Anggota Kelompok Tunak Besopoq (dua dari kanan), mengajarkan cara menenun tradisional suku Sasak kepada seorang wisatawan asing di TWA Gunung Tunak beberapa waktu lalu. Berharap, sektor wisata segera pulih dari pandemi Covid-19. (BKSDA uituk Lombok Post)

“Setelah kami lakukan pendataan, maka wisata alam yang ditutup sebanyak 54 TN, 133 TWA, dan 79 SM yang tersebar di seluruh Indonesia,” jelasnya.

Penutupan ini jelas berdampak pada penurunan jumlah Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Bahkan saat ini, sama sekali tidak ada kunjungan karena masa tanggap darurat Covid-19. Sehingga dari periode pertengahan Maret–Mei 2020, berpotensi menghilangkan penerimaan PNBP sebesar Rp 26 miliar.

“Seperti inilah kondisi yang sedang kita hadapi saat sekarang,” ujar Yohan.

Namun kata dia, angka itu bisa saja lebih besar. Jika menggunakan hasil kajian multiplier effect kegiatan wisata alam di TN Gunung Ciremai dan TN Komodo. Dimana pergerakan ekonomi yang terjadi 15 kali lipat dan 20 kali lipat dari PNBP yang diterima.

“Dari hasil catatan kami, potensi penerimaan negara yang hilang, dari sektor wisata alam di kawasan SM, TN dan TWA, mencapai Rp 1,3 triliun, bahkan bisa sampai Rp 1,7 triliun,” tegasnya.

Kendati demikian, pemerintah pusat tetap optimistis. Sektor pariwisata bangkit seperti sedia kala. Asalkan kata Yohan, semua pihak bergerak bersama, mengubah potential looser bisa menjadi potential winner. “Ada hal-hal yang perlu kita modifikasi,” tegasnya.

Seperti menghubungkan wisata alam dengan kesehatan jiwa. Ia mengatakan, paket-paket wisata semacam ini harus dibuat. Karena, paska pandemi Covid-19, masyarakat pasti membutuhkan relaksasi atau rasa santai. Sehingga bisa mengonsepkan new brand image “The Forest Healing”.

Menurutnya, hutan sangat bisa dijadikan healing solution, mengadakan event serentak berupa edukasi di seluruh TN dan TWA, hutan sebagai wisata keluarga, seperti sepedaan, berkemah, memancing, yoga, bird watching, galm camp, dan herbal therapy serta berbagai aktivitas yang bisa menyembuhkan jiwa dan raga.

“Tidak perlu yang mewah-mewah, misalnya yang datang diberikan paket jalan-jalan menyusuri hutan, hiking, relaksasi di alam terbuka, intinya banyak potensi hanya dari alam,” kata dia.

Sementara itu, pemerintah pusat akan menggiatkan kembali berbagai macam event, melalui pameran hingga expo. Promosi lebih ditingkatkan melalui sosial media, hingga pembenahan berbagai infrastruktur.

“Semua kegiatan itu, harus ada sinergitas supaya kita segera mengembalikan potensi yang hilang tadi,” tandasnya.

Kepala Balai KSDA NTB Ari Subiantoro mengatakan, TWA seluruh NTB telah ditutup melalui pengumuman Kepala Balai KSDA NTB nomor PG. 01/K.14/TU/Um/3/ 2020 tanggal 23 Maret 2020 sesuai dengan Surat edaran Menteri LHK nomor SE. 1/MENLHK/SETJEN/SET.1/2/2020 dan SE Dirjen KSDAE No: SE.3/KSDAE/SET/PEG.1/3/2020.

“Dari kejadian ini, otomatis pendapatan dari sektor wisata yang diterima Tunak Besopoq nihil,” ujarnya.

Pengembangan wisata alam berbasis masyarakat di TWA Gunung Tunak yang dikembangkan atas kerja sama Kementerian LHK bersama Korea Forest Service ini, telah diinisiasi sejak 2013, dimulai dengan pembuatan Desain Tapak hingga pembangunan sarana prasarana wisata alam.

“Ada guest house, ruang serbaguna, pusat ekologi kupu-kupu, visitor center dan camping ground,” jelasnya.

Sedangkan pengembangan SDM melalui pelatihan-pelatihan. Sekurang-kurangnya telah dilakukan 16 kali pelatihan, baik di Indonesia maupun di Korea Selatan dengan jumlah peserta sebanyak 312 orang, terdiri dari masyarakat Desa Mertak, pegawai BKSDA, Dit PJLHK, pegawai Pemkab Lombok Tengah dan Pemprov NTB.

“Semua itu dilakukan untuk mempersiapkan SDM dalam mengembangkan Tunak,” terang Ari.

Dirinya setuju, bahwa promosi wisata alam melalui media daring untuk membangun optimisme hutan sebagai forest healing harus digaungkan. “Nanti ketika pandemi berlalu, calon wisatawan telah mengantongi Tunak, sebagai salah satu bucket list kunjungan mereka,” tegas dia.

Dalam pertemuan tersebut juga disampaikan beberapa langkah BKSDA NTB untuk menangani bencana ini, dengan mengalihkan sebesar Rp 17 miliar, dari Rp 43 miliar. Anggaran itu dialokasikan untuk insentif Unit Manajemen Tunak sebesar Rp 120 juta.

Meskipun jumlah tersebut masih kurang, mengingat jumlah desa  yang berbatasan langsung dengan kawasan sebanyak 42 desa dan  127 desa yang tidak berbatasan langsung.

“Karena itu, kami berharap ada dukungan dan support KIFC untuk Tunak ini masih sangat diperlukan,” imbuhnya.

Pihaknya saat ini memang terus berbenah. Menyiapkan sarana prasana pendukung guest house. Seperti membangun infinity pool, agar wisatawan bisa menikmati TWA Gunung Tunak, yang luar biasa indahnya.

“Diharapkan mereka bisa betah dan berlama-lama di sana,” tandas Ari.

PEH BKSDA NTB Afifah menambahkan, diversifikasi produk selain wisata alam sangat bisa dikembangkan. Seperti kerajinan tangan, produk olahan makanan dan hasil hutan bukan kayu  yang dapat dipasarkan melalui e-commerce dapat menjadi alternatif pendapatan saat pandemi. “Agar teman-teman yang mengelola di sana memiliki pemasukan,” kata dia.

Manajer Unit Manajemen Tunak Rata Wijaya menjelaskan, pentingnya mempersiapkan diri, jika terjadi lonjakan pengunjung paska pandemi. Seperti terus meningkatkan SDM, training meeting, incentive, convention and exhibition (MICE). Dirinya berharap KIFC bisa member dukungan penuh pelatihan ini paska pandemi.

“Serta penambahan jumlah sarana kesehatan dan keselamatan pengunjung, sebagaimana dialami pasca gempa yang terjadi tahun 2018 silam,” ujarnya.

Kelompok Tunak Besopoq terus berusaha meningkatkan kapasitas diri. Supaya bisa menangani kegiatan yang lebih besar. Rata mengatakan, pelatihan yang sedang dipersiapkan seperti budgetting training, yakni belajar mengenai ilmu dasar start up bisnis perhotelan dan restoran.

Beverage training, merupakan pelatihan membuat minuman tradisional, agar bisa di sajikan sebagai minuman selamat datang di restaurant sehingga kesan ecotourism terlihat. Selanjutnya, manajemen pengolahan sampah. Tujuannya, masyarakat bisa mengelola sampah rumah tangga sendiri, khususnya sampah dari limbah hotel dan restoran.

“Jadi sampah-sampah itu, tidak dibuang yang bisa mencemari lingkungan, sebab ecotourism sangat erat dengan lingkungan yang bersih dan nyaman,” kata dia.

Ada pelatihan bahasa Inggris. Menurutnya, kegiatan ini sangat penting karena Lombok sudah menjadi destinasi wisata kelas dunia. Kemampuan SDM dalam hal ini, harus ditingkatkan untuk peningkatan pelayanan kepada tamu.

“Dan yang akan kami lakukan adalah pemandu atau guiding, pelatihan ini masih harus dilakukan untuk meningkatkan kemampuan itu dari kelompok Tunak besopoq,” tutup Rata.

Kepala Sub Bagian Tata Usaha BKSDA NTB Lugi Hartanto menjelaskan, semua pihak perlu menyusun SOP menghadapi force majeur sebagai langkah mitigasi bencana yang dapat digunakan kedepan. “Ini saya rasa sangat penting ya, agar kita tidak terkejut seperti saat Covid-19 ini melanda, jadi kita tahu mana dan apa yang harus kita lakukan,” terangnya.

Kepala SKW I Lalu M Fadli Lombok mengatakan, perlu tambahan sarana kebersihan, untuk cuci tangan, spanduk imbauan dan dukungan kepada kelompok Tunak Besopoq. Selain itu, pentingnya manajemen untuk berbagi peran dalam penanganan Covid-19.

Pada kesempatan itu, Direktur KIFC LEE Sung-gil mengatakan, webinar ini memberi masukan penting tentang fakta  yang dihadapi oleh pengelola wisata alam di Tunak, semenjak ditutupnya kunjungan wisata karena pandemi Covid-19.

Terutama tentang permasalahan yang berkaitan dengan ekonomi masyarakat setempat, yang kehidupannya bergantung kepada wisata Tunak. Disamping itu, masukan tentang peluang dan tantangan pengembangan wisata  alam di Tunak pasca pandemi Covid-19. Kemudian segera membahas langkah dukungan yang dapat diambil.

“Masukan-masukan itu, akan menjadi bahan pembuatan rancangan, tentang  bentuk dukungan KIFC kepada  pengelola wisata alam di Tunak, bersinergi dengan BKSDA NTB,” tandasnya. (yun/r6/ADV)