Geliat Ekowisata Gunung Tunak Hadapi Tantangan Covid-19

Published on 20 April 2020 in Agro Indonesia
Pengunjung menikmati pantai di TWA Gunung Tunak

Didukung Pemerintah Republik Korea, ekowisata berbasis masyarakat di Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Tunak, Nusa Tenggara Barat, berkembang pesat. Pandemi global Covid-19 yang kini melanda menjadi tantangan yang mesti dihadapi.

Memiliki bentang alam yang indah, Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Tunak sangat layak menjadi primadona baru wisata alam. Ada pantai Sari Goang dimana tebing karst membentuk laguna yang sangat indah. Di sini pengunjung bisa berenang-renang dan menikmati aktivitas memacu adrenalin seperti snorkeling atau meloncat dari tebing (cliff diving). Pengunjung juga bisa menunggu momen romantis saat matahari terbit. Selain pantai Sari Goang, masih ada 6 pantai lain di Gunung Tunak yang juga tak kalah menakjubkan.

Gunung Tunak juga punya potensi keanekaragaman hayati yang tinggi. Selain keberadaan burung gosong kaki merah (Megapodius reinwartdtii) yang langka, Gunung Tunak juga diidentifikasi memiliki 50-60 jenis kupu-kupu, yang menjadikannya sebagai kawasan yang memiliki jenis kupu-kupu paling banyak se-Indonesia.

Wisatawan asing bersantai sambil menikmati pemandangan bentang alam di TWA Gunung Tunak

Aksesibilitas menuju Gunung Tunak pun sangat baik. Lokasinya hanya berjarak 1 jam berkendara dari Bandara Internasional Lombok, di Praya. Jika berangkat dari kawasan populer Mandalika, Gunung Tunak bisa dicapai hanya dalam waktu 20 menit saja.

Selain potensi alamnya, Gunung Tunak juga ditunjang oleh keramahan dan budaya masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Itu sebabnya, Gunung Tunak dipoles sebagai ikon ekowisata berbasis masyarakat.

Menurut Ari Subiantoro, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Nusa Tenggara Barat (NTB), unit pelaksana teknis (UPT) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan  (KLHK) yang mengelola TWA Gunung Tunak, ekowisata berbasis masyarakat di Gunung Tunak terus berkembang. “Dengan potensi yang ada, Gunung Tunak akan semakin luar biasa ke depan,” katanya saat rapat dengan pemangku kepentingan yang digelar secara daring, Jumat (17/4/2020).

Ekowisata Gunung Tunak diluncurkan Maret 2018,  Selain investasi pemerintah, pengembangan ekowisata Gunung Tunak juga mendapat dukungan dari Republik Korea (Korea Selatan). Komitmen dukungan dari negeri ginseng itu dituangkan dalam nota kerja sama yang ditandatangani antara KLHK dan Korea Forest Services, Oktober tahun 2013.

Sejumlah sarana dan pra sarana dibangun di Gunung Tunak memanfaatkan dana hibah dari KFS yang disalurkan melalui Korea Indonesia Forest Center (KIFC). Mulai dari visitor center, gedung serba guna, guest house, hingga butterfly learning center.

Dana hibah Republik Korea juga dimanfaatkan untuk pengembangan kapasitas sumber daya manusia, khususnya masyarakat. Termasuk kegiatan peningkatan kapasitas yang dilaksanakan adalah pelatihan manajemen di Republik Korea yang memang terkenal akan ekowisata berbasis masyarakat, seperti di Jeju Island. Setidaknya ada 312 peserta telah mengikuti pelatihan yang diselenggarakan baik di Korea maupun di Indonesia.

Total, ada 2,06 juta dolar AS yang dihibahkan KFS melalui KIFC untuk pengembangan ekowisata di Gunung Tunak sepanjang periode 2015-2020.

Salah satu fasilitas ekowisata yang dibangun KIFC di TWA Gunung Tunak

Melesatnya ekowisata di Gunung Tunak bisa dilihat dari meningkatnya jumlah pengunjung yang datang. Jika di tahun 2017 jumlah pengunjung yang datang hanya sebanyak 3.133 orang, tahun 2018 jumlah pengunjung meningkat dua kali lipat menjadi 6.102 orang. Tahun 2019, jumlah pengunjung bahkan sudah mencapai 9.269 orang.

Peningkatan jumlah pengunjung ini berdampak langsung pada penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang dihasilkan dari Gunung Tunak. Tahun 2017, PNBP yang dihasilkan sebanyak Rp30,9 juta saja. Jumlah meningkat menjadi Rp83,8 juta di tahun 2018 dan meroket menjadi Rp143,9 juta di tahun 2019.

Peningkatan jumlah pengunjung linier dengan peningkatan pendapatan masyarakat pengelola ekowisata di Gunung Tunak yang tergabung dalam kelompok Tunak Besopoq. Pada tahun 2018, setelah ekowisata berbasis masyarakat diluncurkan, masyarakat sudah bisa meraup pendapatan sebesar Rp150,8 juta. Tahun 2019, pendapatan yang diperoleh masyarakat meningkat hingga Rp411,8 juta.

Rata Wijaya, Manajer Unit Manajemen TWA Gunung Tunak menjelaskan, kemampuan masyarakat dalam mengelola ekowisata di Gunak Tunak terus meningkat. “Kami sudah bisa menangani kegiatan meeting dengan peserta hingga 150 orang,” katanya.

Pandemi

Namun, geliat ekowisata di Gunung Tunak menghadapi tantangan berat tahun ini. Pandemi Covid-19 yang melanda dunia, menghentikan aktivitas ekowisata di Gunung Tunak. KLHK menutup seluruh kawasan konservasi untuk kegiatan wisata alam mulai 17 Maret 2020 sampai batas waktu yang belum ditentukan untuk mencegah penularan virus corona. Secara nasional, kegiatan pariwisata memang menjadi sektor yang paling terpukul dengan pandemi Covid-19.

Penutupan ini tentu berdampak pada kehidupan masyarakat pengelola ekowisata di Gunung Tunak. Menurut Rata, bagi masyarakat dengan latar belakang petani, penutupan kegiatan ekowisata belum terasa saat ini karena mereka sedang menjalani masa panen. “Yang paling merasakan adalah masyarakat dengan latar belakang nelayan. Karena mereka semakin kesulitan memasarkan hasil tangkapan karena banyak hotel yang tutup,” katanya.

Meski sedang kesulitan, namun semangat optimisme tetap mencuat. Menurut Rata, setelah pandemi Covid-19 berlalu, minat wisata diyakini akan meningkat setelah harus tinggal di rumah untuk mencegah penularan virus corona.

“Jadi kami berharap kepada KIFC, pelatihan untuk peningkatan kapasitas masyarakat pengelola ekowisata di Gunung Tunak bisa terus dilanjutkan,” katanya.

Rapat Webinar Tentang: Tantangan dan Peluang Pengembangan Wisata Alam di TWA Gunung Tunak Pasca Covid-19, Jumat (17/4/2020). Rapat dimoderatori Indonesia Co Director KIFC Sugeng Marsudiarto

Ari Subiantoro menyatakan, pasca Covid-19, wisata di NTB diyakini bakal booming pada tahun 2021. Pasalnya, ada kegiatan internasional yaitu lomba balap motor, MotoGP, di sirkuit Mandalika. Menurut dia, Gunung Tunak akan mendapat limpahan wisatawan dari event internasional itu karena lokasinya yang sangat strategis. “Diperkirakan butuh 100.000 kamar untuk MotoGP. Saat ini baru tersedia sekitar 60.000 kamar,” katanya.

Menurut Ari, pemerintah terus menambah investasi untuk pengembangan Gunung Tunak. Salah satunya adalah kolam renang mengantung di tepi tebing yang akan memanjakan wisatwan dengan pemandangan Gunung Tunak. Namun Ari juga tetap berharap KIFC bisa terus memberi sokongan untuk pengembangan Gunung Tunak.

Direktur KIFC Lee Sung-gil menyatakan pihaknya akan melakukan pertemuan internal untuk merespons kebutuhan pengembangan ekowisata di Gunung Tunak pasca Covid-19. Dia memastikan dukungan untuk pengembangan kapasitas masyarakat dan promosi akan tetap diberikan.

Lee juga meyakini, pasca Covid-19, sektor wisata adalah sektor yang bisa segera pulih. “Setelah harus berdiam diri di rumah dalam jangka waktu yang cukup lama, masyarakat butuh untuk menenangkan jiwa dengan berwisata. Minat wisata khususnya ekowisata akan semakin meningkat,” katanya.

Menurut Lee, pandemi Covid-19 mengajarkan masyarakat akan hidup yang lebih ramah lingkungan. Alam akan memberikan ketenangan bagi wisatawan dan menjadi obat mujarab terhadap trauma.

“Kita semua tentu berharap, pandemi Covid-19 segera berakhir, dan ekowisata di Gunung Tunak bisa kembali menggeliat,” katanya.